3.5.10

Memahami makna Nusyuz


Isteri melakukan Nusyuz kepada Suami


“…Pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan baik dan apabila kamu tidak lagi menyukai (mencintai) mereka (jangan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya (dibalik itu) kebaikan yang banyak
(QS Al-Nisa' [4]: l9).

“…Istri-istri kamu (para suami) adalah pakaian untuk kamu, dan kamu adalah pakaian
untuk mereka…”.
(QS. Al-Baqarah [2]: 187).


Dalam kelangsungan berumah tangga, pada sisi lain seringkali dijumpai berbagai persoalan suami istri. Suka dan duka senantiasa silih berganti dalam kehidupan keluarga. Sadar atau tidak perselisihan, pergaduhan seringkali terjadi dikarenakan latar belakang dan keterbatasan pengertian serta pengetahuan pada masing-masing diri suami atau istri.
Hal ini mewarnai dalam kehidupan berkeluarga

“Sangat senangkah kini mencari suami? kerana ramai isteri di metropolis yang menggugat mahu bercerai suaminya. Alasannya macam-macam. Misalnya, polah suami banyak, tapi penghasilan minima. Alasan lainnya, istri tidak sabaran dan suka menuntut. Yang utama, erosi cinta sudah melanda hati mereka. Fenomena istri yang kian berani menggugat cerai suami dilihat ada dimana mana.

Banyak alasan mengapa istri "lebih ingin" menceraikan suami daripada suami menceraikan istrinya. Yang paling tahu sejatinya ialah pasangan masing-masing. Namun, ada penyebab umum yang paling sering jadi pemicu tekad istri menggugat cerai suami.
Di antaranya, kian banyaknya istri yang menjadi wanita berkerjaya dan penghasilan istri lebih besar. Penyebab lainnya, istri tidak sabaran dan menuntut hal-hal yang melebihi kemampuan suaminya

Adalah suatu dambaan seorang isteri bila suami menunaikan kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya dan dia memperoleh hak-hak dari isteri yang telah Allah tetapkan untuknya. Begitu juga sebaliknya seorang isteri menjadi dambaan suami bila isteri juga menunaikan kewajiban dan memenuhi hak-hak suaminya.

Namun terkadang salah seorang dari pasangan suami isteri ataupun keduanya berbuat tidak menunaikan apa yang seharus ia tunaikan hingga kebahagiaan yang didambakannya hanya sebatas fatamorgana. Persoalan ini ditimbulkan oleh beberapa sebab, yakni mungkin datang dari pihak isteri atau dari pihak suami, pihak kerabat, orang luar atau karena faktor lain.

1. Sebab yang datang dari pihak istri, misalkan: Seorang istri sibuk berkarier di luar rumah hingga menelantarkan urusan rumah tangga bahkan suami pun tersia-siakan, atau Istri tidak mengetahui bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga, tidak mengerti hak dan kewajiban terhadap suami.

2. Sebab yang timbul dari pihak suami, misalnya, ia terlalu bakhil kepada keluarga, sangat emosional keras dan kaku dalam tindakan melangkah dan bertindak tanpa peduli dengan istri dan tidak berupaya memberi pemahaman atau mengajak bertukar pendapat dengan istri.

3. Sebab dari pihak keluarga isteri. Seperti wanita yang menikah dengan seorang laki-laki karena dipaksa oleh walinya, padahal ia tidak menyukai laki-laki tersebut sehingga ketika memasuki kehidupan rumah tangga, ia tidak bisa mentaati atau malah membencinya.

4. Sebab faktor lain. Seperti ada perbedaan kejiwaan dan akhlak antara suami isteri pada meningkatnya taraf kehidupan/ekonomi keluarga, menyimpang pemikiran salah seorang dari kedua atau sakit salah seorang dari mereka atau cacat sehingga menghalangi untuk menunaikan kewajibannya.


Dalam Islam persoalan tersebut, sudah digambarkan secara global dan jelas. Istilah yang muncul pada persoalan tersebut adalah ada kata Nusyuz.
Mari kita kaji bersama.


Memahami Nusyuz.

Istilah nusyuz adalah Bahasa Arab, perkataan asalnya ialah al-nasyzu bermaksud tempat yang tinggi. Perkataan nusyuz bererti berada di tempat yang tinggi. Isteri yang nusyuz ialah isteri yang ingkar kepada suaminya dan membangkitkan kemarahannya. Nusyuz suami apabila dia memukul isterinya atau bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadapnya.
( Fairuz al-Abadi: Qamus al-Muhit, 678).

Kesesuaian pengertian ini dengan nusyuz isteri atau suami ialah isteri atau suami yang nusyuz meletakkan dirinya di tempat yang tinggi dengan ingkar kepada perintah Allah yang diwajibkan ke atasnya terhadap suami atau isterinya. Nusyuz ialah kedurhakaan dan meninggi diri wanita dari mematuhi apa yang diwajibkan Allah ke atas mereka, seperti taat kepada suami. Isteri menimbulkan kemarahan suami
(Al-Qurtubi: al-Jami` Li Ahkam al-Quran ibid 5:170 dan 71).

Perempuan nusyuz ialah perempuan yang meninggi diri daripada suaminya, meninggalkan perintahnya, menjauhkan diri daripadanya, mengelak diri dari suaminya, menyebabkan suaminya marah. (Ibn Katsir: Tafsir al-Quran al-Azim, 1: 492) .



Tanda isteri dianggap nusyuz.

Nusyuz isteri ditandai oleh dua perkara.
Pertama,
melalui perbuatan dengan menjauhkan diri, bermuka masam dan enggan ketika dipanggil. Semua ini berlaku setelah sebelumnya dia bersikap mesra.

Kedua
melalui perkataan seperti berinteraksi dengan suami dengan perkataan yang kasar, ia berlaku setelah sebelumnya dia bercakap lembut. (Wahbah al-Zuhaili: al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, 7:338).

Ada juga beberapa gambaran yang menandakan seorang isteri itu nusyuz :


1. Suami telah menyediakan rumah kediaman yang sesuai dengan keadaan suami, tiba-tiba isteri tidak mau berpindah ke rumah itu, atau isteri meninggalkan rumah tanpa izin si suami.

2. Apabila kedua suami tinggal di rumah kepunyaan isteri dengan izin isteri kemudian suatu masa isteri mengusir atau melarang suami memasuki rumah tersebut.

3. Apabila isteri bermuka masam atau pun ia memalingkan muka, berbicara kasar dan sebagainya sedangkan suami berkeadaan lemah lembut, bermanis muka dan sebagainya.


Kepada suami bila isteri mengalami nusyuz, maka apa yang dilakukannya ?

Dalam QS. An-Nisa [4]:34, Allah berfirman ; “ …perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi, Maha Besar”.

Dari ayat tersebut ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh suami yakni Menasehati (bila masih tidak mau taat), maka selanjutnya suami memilih pisah ranjang (bila masih tidak taat lagi), selanjutnya suami bias memukulnya. Namun dalam memukul hendaknya menjauhi muka dan tempat-tempat lain yang menghawatirkan. Karena tujuan memukul adalah untuk memberi pelajaran dan bukan membinasakan.

Maka dari itu, mejaga keluarga yang utuh adalah sangat penting untuk mewujudkan keluarga yang sakinah. Jagalah dirimu, keluargamu dari kerusakan. Bukankah Nabi saw. mengajarkan kepada kita tentang keluarga?

Sebagaimana salah satu Hadits Nabi saw.:


Abu Dawud meriwayatkan dari Hujaim bin Mu’awiyah al-Qusyairi dari ayahnya, ia berkata : saya bertanya : “Wahai Rasulullah apakah hak seorang istri kita pada suaminya ? Sabdanya : “ hendaklah kau beri makan dia jika engkau makan, memberi pakaian kepadanya jika engkau berpakaian. Jangan kau pukul mukanya, jangan kau mengejeknya, dan jangan engkau meninggalkannya kecuali masih dalam serumah…”
( Fiqhu Sunah, Sayid Sabiq, alih bahasa Moh. Thalib, Al-Ma’arif, Bandung, jilid 7 hal. 31-32)



Nabi saw. bersabda :
“ Andaikan sujud kepada selain Allah itu boleh, pastilah saya suruh isteri sujud kepada suaminya”. (HR. Ahmad dai ‘Aisyah. Dan yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Abi Auf dalam Nail al-Authar, jilid 2, hal. 4490).


Hanya kepada Allah-lah kita berserah diri dan memohon perlindungan serta petunjuk atas segala persoalan yang menimpa keluarga kita. Hanya Allah-lah tempat kita mengadu atas segala tatanan kehidupan manusia.


Tiada ulasan: