27.2.10

Mengenal Allah II

Seiring dengan perjalanan waktu, Islam menyatakan diri sebagai agama tauhid sebanyak lima kali sehari dalam panggilan shalat atau adzan. Bukanlah sebuah kebetulan apabila iqamat shalat diawali dengan kalimat Allahu Akbar. Ikrar ini adalah titik tolak akidah tauhid. Gambaran awal inilah yang harus mengisi akal mereka yang mentauhidkan Allah. Adzan tidak membatasi seberapa besar keagungan Allah.

Ia juga tidak menyebutkan bahwa Allah lebih besar dari segala sesuatu. Adzan adalah kalimat mutlak dan komprehensif yang tidak ada sesuatu pun mampu menentangnya. Tidak ada sesuatu pun yang lebih besar dari-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang berdiri di hadapan-Nya. Allah Mahabesar atas segenap mahluk:

“…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”(Qs,Al A’raaf(7):54).

Allah Maha besar atas alam semesta yang kasat-mata maupun ghaib.

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs39:67)

Allah lebih besar dari kezaliman orang-orang zalim, lebih besar dari rahmat orang-orang yang memberi rahmat, dan lebih besar dari berbagai kesalahan kita. Lalu kita pun bertaubat kepada-Nya:

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Qs 39:53)

Allah Mahabesar atas berbagai mukjizat para nabi, isyarat para malaikat, dan makna semua kitab samawi. Para malaikat dan nabi hanyalah hamba-hamba Allah. Hakikat Allah lebih besar atas segenap penunjukkan huruf-huruf dan isyarat para hamba-Nya Allah Mahabesar atas segala sesuatu. Dia ada diatas segala sesuatu bersama segala sesuatu, dan tempat kembali segala sesuatu. Dia tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak ada sesuatu pun menyerupai-Nya.

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”(Qs42:11)

Akidah Islam acapkali menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang menyerupai Allah. Bagaimana mungkin akal manusia sanggup mengenal dan mengetahui Tuhan yang tidak serupa dengan sesuatu apapun? Pada awalnya, pengetahuan ini tampak mustahil, dan kemustahilan ini semakin tampak pada seluruh mahluk.

Imam al-Junayd al-Baghdadi mengatakan, “Tidak ada yang mengetahui Allah selaian Allah sendiri.” Yang dimaksud al-Junayd adalah pengetahuan sempurna dan hakiki sesuai dengan kebesaran dan kekuasaan-Nya. Pengetahuan sempurna dan hakiki hanya dimiliki oleh Allah saja. Imam Ghazali pernah mengatakan, “Segala sesuatu yang terbersit dalam angan-angan, tergambar dalam fikiran, dan terbayang dalam akal anda — semuanya itu bukanlah Allah.” Jika anda bertanya, ‘Lalu, apa puncak makrifat kaum arif?’ Kami katakan, ‘Puncak makrifat kaum arif adalah ketidakmampuan mereka mencapai makrifat itu sendiri.” Mustahil bagi mereka untuk dapat mengetahui Allah dengan sebenar-benarnya’.”

Dalam sebuah doanya, Rasulullah saw. mengisyarakatkan pengertian ketidakmampuan itu, “Ya Allah, kami tidak sanggup untuk memuji-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.” Beliau tidak bermaksud mengatakan bahwa kalbu beliau mengetahui apa yang tidak sanggup diungkapkan dengan kata-kata, sebagaimana dipahami oleh sebagian orang. Sebagai seorang hamba Allah yang paling mulia dan paling mengenal-Nya, beliau hanya bermaksud untuk mengatakan bahwa beliau tidak mampu menguasai keagungan dan kebesaran-Nya. Hanya Allah saja yang menguasai semuanya itu. Dengarlah ungkapan bait syair berikut:

Tidak ada yang mengetahui Allah selain Allah sendiri
Karena itu berhati-hatilah
Ada dua macam agama; keimanan dan kemusrykan.
Ada batas-batas yang tidak bisa dilampaui akal
Ketidakmampuan mencapai pengetahuan
adalah juga sebentuk pengetahuan itu sendiri.

Apabila kita sudah sepakat bahwa pengetahuan hakiki hanya dimiliki oleh Allah dan mustahil dimiliki mahluk, lantas jenis pengetahuan apa yang dimiliki oleh manusia ini? Seperti apa perbedaan struktur dan hierarki para malaikat, nabi, ulama, dan syuhada dalam hal ini?

Yang ada hanyalah pengetahuan yang serva relatif yakni pengetahuan tentang namap-nama-Nya dan pengetahuan tentang berbagai keajaiban ciptaan-Nya di alam semesta berikut segala rahasianya. Ada dua jalan menuju makrifat. Yang pertama adalah jalan hakiki yang hanya dimiliki oleh Allah saja dan tertutup bagi manusia. Yang kedua jalan relatif yang terbuka bagi manusia dan bergantung pada tingkatannya masing-masing. Orang yang menyadari bahwa Allah Mahakuasa dan Maha Mengetahui tidaklah sama dengan orang yang mengetahui berbagai keajaiban dan tanda kekuasaan-Nya di langit dan di bumi dengan mata kepalanya sendiri.

Demikian pula, orang yang menyadari bahwa Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pembentuk tidaklah sama dengan orang yang melihat dan menelaah segenap ciptaan-Nya dan detail keajaiban-keajaiban-Nya. Perumpamaan yang tertinggi hanya ada di sisi Allah.

Imam asy-Syafi’i memiliki banyak guru dan murid. Ia juga mempunyai penjaga pintu rumahnya. Mereka semua mengetahui dan mengenal Imam asy-Syafi’i. Pengetahuan mereka berbeda-beda sesuai dengan kadar ilmu masing-masing. Pengetahuan penjaga pintu rumahnya tentang beliau hanyalah sebatas bahwa Imam asy-Syafi’i adalah seorang ulama fiqih. Murid-murid mempelajari ijtihad-ijtihadnya dalam bidang fiqih dan hukum-hukum Islam. Guru-gurunya mengetahui kemampuan intelektual dan pola pikirnya. Demikianlah perbedaan pengetahuan mereka tentang Imam asy-Syafi’i.

Sebagaimana sidik jari, akal, dan naluri manusia berbeda, berbedalah pula kadar pengetahuannya tentang Allah. Kadar pengetahuannya berbanding lurus dan sesuai jarak yang dapat dijangkau oleh bahtera hati di samudra pengetahuan Ilahi. Kadar pengetahuan Nabi saw, berbeda dengan pengetahuan sebagian besar manusia. Begitu pula, kadar pengetahuan Nabi Musa as, berbeda dengan pengetahuan Fir’aun. Benarlah ucapan orang yang mengatakan, “Tidak ada yang mengetahui Allah selain Allah sendiri.” Benar juga ucapan orang yang mengatakan,“Pengetahuan manusia tentang Allah merupakan pengalaman pribadi. Setiap orang mempunyai kadar pengetahuan yang berbeda-beda.”

Semuanya itu benar. Yang lebih benar lagi adalah bahwa Allah mempunyai kedudukan tinggi dengan segenap kebesaran-Nya. Dia terhijab oleh segenap cahaya rahmat-Nya. Allah adalah tujuan yang tidak mungkin dapat diindera dan Zat yang tidak mungkin dapat diawasi dan diamati. Meskipun demikian, perjalanan menuju Allah adalah sasaran dan tujuan dari keberadaan manusia.

Allah berfirman dalam AlQuran:

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.(Qs,84:6)

Tiada ulasan: