"Muslim satu dengan Muslim lainnya Laksana Satu Bangunan"
Manusia pada hakikatnya insan sosial, saling memerlukankan untuk memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan agar kita saling tolong menolong dalam kebaikan dan manfaat.
Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi, sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:
“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.”
( Imam Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i. )
Firman Allah swt.:
“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
( An Nisa’: 85 )
At Thabrani meriwayatkan dengan sanad shahih dari Mujahid berkata:
“Ayat di atas berbicara tentang tolong menolong sesama manusia. Kesimpulan maknanya adalah bahwa orang yang memberikan pertolongan kepada orang lain, maka ia mendapatkan bagian kebaikan, dan barang siapa tolong menolong dalam kebatilan maka ia mendapatkan bagian dosa.
Syafaat hasanah yang disebutkan dalam ayat di atas adalah pertolongan dalam kebaikan, melindungi hak sesama muslim, menghilangkan keburukan atau mendapatkan kebaikan, mencari redha Allah, tidak ada risywah atau rasuah. Pada masalah yang mubah atau boleh atau tidak terlarang, tidak untuk menggagalkan salah satu had atau hukum yang telah Allah tetapkan, tidak pula untuk menghilangkan hak orang lain.
Qadhi Iyadh berkata:
Tidak ada pengecualian dari ruang pertolongan yang dianjurkan kecuali dalam masalah had atau pidana yang telah Allah tetapkan. Maka dalam masalah yang tidak ada ketentuan had terutama bagi orang yang tidak sengaja, dan dikenal sebagai orang bersih, pertolongan sangat dianjurkan. Selanjutnya ia mengatakan: Adapun bagi orang yang terbiasa dengan tindakan destruktif, terkenal sebagai ahlul bathil maka tidak berlaku syafaat bagi mereka, agar dapat menjadi pencegah kemaksiatannya.
Ungkapan Iyadh ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra
“Bahawa suku Quraisy disibukkan oleh seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka mencari siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah saw. Maka Usamah menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda: Apakah kamu hendak memberi pertolongan dalam hukum pidana Allah?
Kemudian Rasulullah berdiri dan berkhutbah: “Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada orang mulia yang mencuri mereka biarkan, dan jika ada orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum pidana.
Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.”
Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki, artinya meluluskan hajat atau tidak meluluskannya adalah ketentuan dan takdir Allah.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, di antaranya:
Keutamaan tolong menolong antara sesama mukmin, saling menguatkan satu dengan yang lain dengan pertolongan pada hal-hal yang berguna dan bermanfaat.
Rasulullah saw telah bersabda: المؤمن للمؤمن كالبنيان
Anjuran kepada kebaikan dengan dikerjakan langsung, atau memfasilitasinya. Rasulullah saw menganjurkan syafaat atau memfasilitasi orang lain untuk berbuat baik.
Syafaat ditujukan kepada pembesar atau pembuat kebijakan untuk menghilangkan kesulitan, memberi manafaat dan membantu yang lemah. Sebab tidak semua orang dapat berkomunikasi dengannya, dan mampu mendesaknya, atau menjelaskan keinginannya. Pernah ada orang yang meminta syafaat atau pertolongan kepada Rasaulullah saw. padahal beliau tidak pernah menolak seorangpun- namun beliau menawarkan kepada para sahabatnya untuk membantu orang tersebut.
Allahu a’lam
Manusia pada hakikatnya insan sosial, saling memerlukankan untuk memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan agar kita saling tolong menolong dalam kebaikan dan manfaat.
Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi, sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:
“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.”
( Imam Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i. )
Firman Allah swt.:
“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
( An Nisa’: 85 )
At Thabrani meriwayatkan dengan sanad shahih dari Mujahid berkata:
“Ayat di atas berbicara tentang tolong menolong sesama manusia. Kesimpulan maknanya adalah bahwa orang yang memberikan pertolongan kepada orang lain, maka ia mendapatkan bagian kebaikan, dan barang siapa tolong menolong dalam kebatilan maka ia mendapatkan bagian dosa.
Syafaat hasanah yang disebutkan dalam ayat di atas adalah pertolongan dalam kebaikan, melindungi hak sesama muslim, menghilangkan keburukan atau mendapatkan kebaikan, mencari redha Allah, tidak ada risywah atau rasuah. Pada masalah yang mubah atau boleh atau tidak terlarang, tidak untuk menggagalkan salah satu had atau hukum yang telah Allah tetapkan, tidak pula untuk menghilangkan hak orang lain.
Qadhi Iyadh berkata:
Tidak ada pengecualian dari ruang pertolongan yang dianjurkan kecuali dalam masalah had atau pidana yang telah Allah tetapkan. Maka dalam masalah yang tidak ada ketentuan had terutama bagi orang yang tidak sengaja, dan dikenal sebagai orang bersih, pertolongan sangat dianjurkan. Selanjutnya ia mengatakan: Adapun bagi orang yang terbiasa dengan tindakan destruktif, terkenal sebagai ahlul bathil maka tidak berlaku syafaat bagi mereka, agar dapat menjadi pencegah kemaksiatannya.
Ungkapan Iyadh ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra
“Bahawa suku Quraisy disibukkan oleh seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka mencari siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah saw. Maka Usamah menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda: Apakah kamu hendak memberi pertolongan dalam hukum pidana Allah?
Kemudian Rasulullah berdiri dan berkhutbah: “Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada orang mulia yang mencuri mereka biarkan, dan jika ada orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum pidana.
Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.”
Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki, artinya meluluskan hajat atau tidak meluluskannya adalah ketentuan dan takdir Allah.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, di antaranya:
Keutamaan tolong menolong antara sesama mukmin, saling menguatkan satu dengan yang lain dengan pertolongan pada hal-hal yang berguna dan bermanfaat.
Rasulullah saw telah bersabda: المؤمن للمؤمن كالبنيان
Anjuran kepada kebaikan dengan dikerjakan langsung, atau memfasilitasinya. Rasulullah saw menganjurkan syafaat atau memfasilitasi orang lain untuk berbuat baik.
Syafaat ditujukan kepada pembesar atau pembuat kebijakan untuk menghilangkan kesulitan, memberi manafaat dan membantu yang lemah. Sebab tidak semua orang dapat berkomunikasi dengannya, dan mampu mendesaknya, atau menjelaskan keinginannya. Pernah ada orang yang meminta syafaat atau pertolongan kepada Rasaulullah saw. padahal beliau tidak pernah menolak seorangpun- namun beliau menawarkan kepada para sahabatnya untuk membantu orang tersebut.
Allahu a’lam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan